Selasa, 22 November 2011

tarjih

A. Latar Belakang
Ushul Fiqih merupakan sarana untuk menggali hukum Isalm yang sudah ada ya’ni bersumberkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Di dalam mengkaji Al-Qur’an dan Hadist ini, janganlah menela’ah mentah-mentah, agar tidak keliru didalam mengamalkanya. Supaya menjadi hukum syar’i yang sesuai haruslah memakai metode yang benar. Karena didalam penginstimbatan hukum Isalam terdapat beberapa metode yang harus di pahami betul-betul.
Yang salah satunya yaitu dengan metode ta’arud ad-dilalah yang di dalam metode ini terdapat teori al-tarjih (dua dalil yang sama tetapi bisa bertolak belakang) . Ilmu tarjih itu sendiri merupakan bagian dari cabang ilmu ushul fiqh, yang membicarakan tentang “ menguatkan “ baik itu menguatkan nash,hadits,ijma’,qiyas, maupun yang lainnya agar tidak ada kelemahan dalam pengamalan hukum yang dikeluarkan oleh berbagai metode tadi,sehingga tidak lagi ada keraguan bagi pengamalnya,namun untuk mencapai kesemuaan diatas kita juga perlu melihat bagaimana kriteria yang dibuat ulama terdahulu suapaya kita dapat melaksanakannya dan mengeluarkan hkum dari setiap permasalahan yang ada dihadapan kita.
Untuk mengkaji lebih jelas apa itu tarjih , dan bagai mana penerapanteori ini, maka kami membuat rumusan masalah sebagai berikut:

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan tarjih?
2. Bagai mana pengaplikasian teori tarjih?






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tarjih
Secara etimologi, tarjih berarti menguatkan atau kecenderungan, sedangkan secara terminologi ada dua pendapat yaitu :
1.Menurut ulama’ Hanafiah: Tarjih adalah” memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama (sederajat) dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri”.Dari devinisi ini memberikan pemahaman bahwa dalil yang secara lahiriyah bertentangan itu, harusalh berkualitas sama dan sederajat. Sehingga dalil tambahan bisa dijadikan pendukung bagi dalil yang didukung nya. sedangkan
2.Menurut jumhur ulama: Tarjih adalah “ menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang lainnya untuk di amalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut”.Dari devinisi ini memberikan pemahaman bahwa didalam pentarjihan memkai dalil yang kualitasanya danniyyatud dalalah, sebab tarjih tidak termasuk persoalan dalil yang qath’iyyah dalalah, karena tidak akan terjadi pertentangan di antara dali-dalil yang qhathiy. Dan tidak termasuk pula di antara qath’iy dan dhaniy.
Dengan demikian, para ulama’ sepakat bahwa dalil yang rajih (di kuatkan) haruslah di amalkan, sedangkan dalil yang dalil yang biasa di sebut majuh (di lemahkan) ini tidak perlu di amalkan
.
B. Cara Pengaplikasian Teori Tarjih
Menurut ulama’ ushul fiqih, cukup banyak metode yang bisa digunakan didalam pentarjihan, mentarjih dalam dua dalil yang secara lahiriyah bertentangan dan keduanya tidak mungkin dilakukan penyelesaian melalu dua teori ini ya’itu teori at-jumu’ baina at-ataufiq dan teori nasakh.
Namun cara pentarjihan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) teori at-tarjih baina Nushush dan (2) teori at-tarjih baina Qiyas.
1. Teori Tarjih Baina al-Nushush
Dalam teori ini terbagi menjadi beberapa bagian yang harus di perhatikan antara lain ya’ni:
 Dari Segi Sanad
Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa pentarjihan dapat dilakukan melalui 42 cara,diataranya dikelompokkan dalam bagian berikut:
1) Menguatkan Salah Satu Nash Dari Segi Sanadnya
Cara ini bisa dilakukan melalui penelitian terhadap kualitas perawi hadist, sedangkan dalam menentukan kepastian dalil, mana yang rojih dan mana yang marjuh para ahli berbeda pendapat, ya’itu:
- Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa hadist yang perowinya banyak, itu ditarjihkan (dimmenangkan ) dari pada yang sedikit, sebab kemungkinan kecil kesalahan didalam penilaian periwayatan sangat sedikit, misalnya:
• Hadist yang kualitasnya dhabith (kuat hapalan) lebih di prioritaskan dari pada yang tidak dabith.
• Hadst yang di terima oleh perowi melalui hapalan lebih di utamakan dari pada yang di terima melalui tulisan.
- Tetaoi Abu hanifah, abu Yusuf, abu Hasan Al-Karkhiy (berasal dari golongan madzhab Hanafi) berpendapat bahwa banyaknya perowi tidak bisa mentarjihkan suatu hadist lain yang lebih sedikit perowinya, kecuali lebih dari tiga orang perowi(Hadist Masyhur). Mereka menganalogikan pada kasus persaksian yang bertentangan, bahwa hakim tidak bisa memutuskan suatu kasus atas banyak orang saksinya.
2) Pentarjihan Dengan Melihat Riwayat Perowinya itu Sendiri
Maksudnya ialah hadist yang mutawatir daripada yang masyhur atau menguatkan hadist yang masyhur dari pada yang ahad. Hal ini dengan cara meneliti terhadap ketersambungan matarantai sanadnya. Misalnya hadist yang sampai ke Rasul di-rajih dari pada hadist yang tidak sampai ke Rasul.
3) Pentarjihan Melalui Cara Menerima Hadis Dari Rasul
Yaitu merajihkan hadist yang di terima dan di jaga melalui hapalan perawi, dari pada hadist yang di terima melalui tulisan. Dikuatkan hadist yang memakai lafadz langsung dari Rasulullah SAW, seperti lafadz naha (melarang) amara (memerintahkan) dari pada riwayat yang lainnya. Begitu pula lebih mendahulukan hadist ahad yang isi matanya tidak menyangkut orang banyak dari pada hadist ahad yang isi matannya menyangkut orang banyak. Hal ini dilakukan para ahli Ushul Fiqih mengingat adanya dugaan bahwa tidak mungkin hadist yang isinya menyangkut orang banyak, diriwayatkan oleh sedikit perowi.
 Dari Segi Matan
Maksudnya di tinjau dari matan adalah teks ayat al-qur’an,hadis atau ijma’.menurut al-Amidi ada 51 cara dalam pentarjihan dari segi matan, antanya adalah:
1) Teks yang mengandung larangan diutamakan daripada teks yang mengandung perintah, karena menolak kemudhoratan lebih utama dari pada mengambil manfaat.
2) Teks yang mengandung perintah lebih didahulukan daripada teks yang mengandung kebolehan karena melaksanakan perintah sekaligus melaksanakan hukum yang boleh.
3) Makna hakikat dari suatu lafazh lebih diutamakan daripada makna majazi.
4) Dalil khusus diutamakan daripada dalil umum.
5) Teks umum yang belum dikhususkan lebih diutamakan tex umum yang telah ditakhsis.
6) Teks yang sifatnya perkataan lebih diutamakan daripada teks yang sifatnya perbuatan
7) Teks yang muhkam lebih diutamakan daripada teks yang mufassar,karena muhkam lebih pasti dibanding muffassar
8) Teks yang sharih (jelas) didahuliukan daripada tex yang bersifat sendirian
 Dari Segi Hukum atau Kandungan Hukum
Melalui cara ini menurut Al-Amidi ada 11 cara sedangkan menurut Asy-Syaukani ada 9 cara ,diantaranya adalah :
1) Matan yang isinya mengandung bahaya menurut jumhur lebih diutamakan dari pada matan yang isinya membolehkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
ما اجتمع الحلال والحرام الاّ غلب الحرام
Artinya: “tidalah berkumpul antara yang halal dengan yang haram, kecuali yang haram lebih dominan”.
Namun menurut Imam Ghazali, kedua hukum tersebut digugurkan saja. Dengan alasan bahwa kualitas keduanya adalah sama. Teks yang membolehkan didukung oleh hukum asal pada sesuatu, yaitu boleh. Sedangkan hukum yang di larang itu menggiring seseorang untuk hati-hati. Dengan demikian kualitas keduanya sama.(Al-Ghazali:46)
2) Jika terjadi kasus antara matan yang bersifat menetapkan dengan yang bersifat meniadakan, maka yang bersifat menetapkan lebih diutamakan dari pada teks yang bersifat meniadakan.
Contoh:
- Hadis riwayat Imam bukhori dari Ibnu Abbas menyatakan “bahwa Rasulullah SAWmenikahi Maimunah ketika sedang ihram.
- Hadis riwayat Imam Malik dinyatakan “bahwa Rasulullah SAW menikahi Munah dalam keadan Ihram.
Dalam menanggapi dua hadist yang kotradiktif tersebut, para ahli berbeda pendapat, yaitu:
- Imam Syafi’i berpendapat bahwa hadist yang bersifat meniadakan itu harus didahulukan dari pada yang menetapkan. Jadi hadist yang menyatakan bahwa Rasulullah saw menikahi tidak dalam keadan Ihram di utamakan.
- Jumhur ulama’ berpendapat bahwa yang di dahulukan adalah hadis yang bersifat menetapkan, sebab yang menetapkan berfungsi untuk memberikan informasi tambahan .
- Sedangakan Imam Ghazali berpendapat bahwa hukum kedua kedua hadist itu di gugurkan saja. Hal itu di mungkinkan keduanya benar atau keduanya juga bisa salah. Oleh karena itu perlu di cari indikasi lainya agar dapat membenarkan salah satunya.
3) Apabila isi suatu teks menghindarkan terpidana dari hukuman, dan teks yang lain mewajibkan terpidana hukuman,maka yang dipilih adalah yang pertama, sesuai dengansabda Rasulullah saw:
إِ دْرَؤُوا الْحُدُوْدَ بِالشُّبُهَاتِ . رواه البيهقي
Artnya: “Tolaklah hukuman dalam (kejahatan) hudud apa bila terdapat keraguan”.
لاَضَرَرَ وَ لاَضِرَارَ مَنْ ضَرَّ ضَرَّهُ الله وَمَنْ شَقَّ الله عَلَيْهِ . رواه ابن ماجه والدّارقطني و مرسلا غيرهما مسندا والإمام مالك
Artnya: “Tidak boleh membuat kemadharatan pada diri sendiri, dan tidak boleh pula membuat kemadaratan pada orang lain. Siapa saja yang memadaratkan, maka Allah-lah yang akan memadaratkannaya. Dan siapa saja yang menyusahkan, maka Allah-lah yang akan menyusahkannya.
4) Teks yang mengandung hukuman lebih ringan didahulukan daripada teks yang mengandung hukuman berat. Sebab adanya firman Allah SWT sebagai berikut :
يُرِيْدُالله بِكُمْ الْيُسْرَ وَلاَيُرِيْدُ بِكُمْ الْعُسْرَ
Arinya: "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu". (Al-Baqoroh:185).
 Tarjih menggunakan factor(dalil) lain diluar nash.
Menurut al-amidi ada 15 cara dengan metode ini sedangkan asy-syaukani meringkasnya menjadi 10,diantaranya :
1) Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh dalil lain, baik berupa al-quran,sunnah,maupun ijma’ atau qiyas,dll
2) Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli Madinah, Karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya AlQuran dan penafsiranya. Disamping juga adanya anjuran untuk sealalu mengikuti mereka.
3) Menguatkan dalil yang dalamnya menyebutkan illat(motivasi) hukumnya dari pada suatu nash serta menguatkan dalil yang mengandung asbabunnuzul atau asbabul wurud daripada dalil yang tidak menyebutkannya
4) Mendahulukan dalil yang didalamnnya menuntut sikap waspada daripada dalil yang tidak menuntut demikian.
5) Mendahulukan dalil yang diikuti dengan perkataan atau pengalaman dari perawinya daripada dalil yang tidak demikian.

2. Teori Tarjih Bain al-Qiyas
Wahab Zuhaili mengelompokkan 17 cara pentarjihan dalam persoalan qiyas yang dikemukakan dalam 4 kelompok dengan melihat dari beberapa segi, ya’itu:
 Dari segi Hukum Ashal
1) Menguatkan qiyas yang hokum ashalnya qoth’I dari yang zhanni
2) Menguatkan qiyas yang landasan dalilnya ijma dari qiyas yang landasa dalilnya nash,sebab nash itu bisa di takhsis,ditakwil dan dinasakh, sedangkan ijma’ tidak
3) Menguatkan qiyas yang didukung dalil yang khusus
4) Menguatkan qiyas yang sesuai dengan kaedah-kaedah qiyas dari yang tidak
5) Menguatkan qiyas yang telah disepakati para ulama tidak akan dinasakh
6) Menguatkan qiyas yang hokum asalnya bersifat khusus
 Dari segi Hukum Cabang
1) Menguatkan hukum cabang yang datangnya kemudian dibanding hukum asal
2) Menguatkan hokum cabang yang illatnya diketahui secara qoth’I dari yang hanya diketahui secara zhanni
3) Menguatkan hukum cabang yang ditetapkan berdasarkan sejumlah logika nash dari hukum cabang yang hanya didasarkan kepada logika nash secara tafshil
 Dari Segi Illat
Dari kelompok ini terbahagi menjadi dua cara yakni : dari segi penetapan dan segi sifat illat itu sendiri
Adapun dari segi penetapan yakni :
1) Menguatkan illlat yang disebutkan dalam nash atau disepakati sebagai illat dari yang tidak demikian
2) Menguatkan illat yang dilkakukan dengan cara as-sibru wa at taqsim yang dilakukan para mujtahid
3) Menguatkan illat yang didalamnya terdapat isyarat nsh dari illat yang ditetapkan melalui munasabah (keserasian),karena isyaarat nash lebih baik daripada dugaan seorang mujtahid
Dari sifat illat yakni :
1) Menguatkan illat yang bisa diukur daripaada yang relatif
2) Menguatkan illat yang sifatnya bisa dikembangkan pada hukum lain daripada yang terbatas pada satu hukum saja
3) Menguatkan illat yang yang berkaitan dengan masalah yang penting daripada yang bersifat hajjiya ( penunjang)
4) Menguatkan illat yang jelas melatarbelakangi suatu hukum,daripada ilat yang bersifat indicator saja terhadap latar belakang hukum
 Pentarjihan Qiyas Melalui Factor lain
1) Menguatkan qiyas yang didukung lebih dari satu illat
2) Menguatka pendapat sahabat sebagai salah satu dalil bagi yang mengakui bahwa pendapat sahabat dalil
3) Menguatkan illat yang bisa berlaku untuk seluruh furu’
4) Menguatkan qiyas yang didukung lebih dari satu dalil


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tarjih berarti menguatkan atau kecenderungan, sedangkan secara terminology adalah “ memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama (sederajat) dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri”(menurut ulama’ hanafi), atau “ menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang lainnya untuk di amalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut”(menurut jumhur ulama’).
Didalam cara pentarjihan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) teori at-tarjih baina Nushush dan (2) teori at-tarjih baina Qiyas. Didalam teori tarjih baina Nushush yang perlu di perhatiakan yaitu dari segi sanadnya, dari segi matannya, dari segi kandungan hukum dan juga dari segi penggunaan factor (dalil) lain di luar nash. Sedangkan dalam teori yang ke dua yaitu tarjih baina Qiyas yang perlu di perhatikan yaitu dari sisi hukum ashal, dari sisi hukum cabangnya, dari sisi illatntnya dan juga dari sisi factor luar.

2 komentar:

  1. Best 10 Casino Apps in Nigeria
    Best 10 Casino 개집 왕 Apps in 모바일바카라 Nigeria: JackpotCity; Microgaming; Microgaming; Ezugi; Microgaming. All 아시아 게이밍 of the top mobile 마틴배팅 games providers for Indian players will 크롬 번역기

    BalasHapus
  2. Welcome to Microgaming's Microgaming Casino App, the world's first
    Microgaming, 고양 출장샵 a leading gaming software and content 익산 출장마사지 provider, today announced the 보령 출장마사지 launch 서울특별 출장안마 of its Microgaming casino app, 영천 출장안마 which will allow

    BalasHapus